Analisis Isu Penambahan Masa Jabatan Presiden Dalam Perspektif Negara Hukum Demokrasi
DOI:
https://doi.org/10.31629/samuderahukum.v1i1.5096Kata Kunci:
Pemimpin, Kepercayaan, KekuasaanAbstrak
Menuju pesta demokrasi pada Pemilu 2024 yang mana merupakan ajang peralihan kekuasaan eksekutif memunculkan sejumlah isu-isu yang memanas. Salah satunya penambahan masa jabatan Presiden yang banyak diperbincangkan di berbagai awak media. Tujuan dalam penulisan artikel ini untuk mengetahui terkait isu penambahan masa jabatan seorang Presiden dalam negara demokrasi. Bagaimana bentuk pengaturan pembatasan tersebut dan apa tujuan dari pembatasan jabatan seorang Presiden dalam negara demokrasi tersebut. Untuk dapat mengupas tuntas permasalahan serta tujuan dalam artikel ini, maka diterapkan metode yuridis normatif dengan menganalisis fenomena dengan peraturan perundang-udangan dan beberapa literatur lainya. Isu penambahan masa jabatan seorang Presiden mendapat respon dari banyak kalangan, Ini dikarenakan akan memunculkan penyalahgunaan kewenagan yang terjadi pada masa Presiden sebelum nya, yakni Presiden Soeharto yang menjabat lebih dari dua kali masa periode dan sangat lama meski sudah dilakukan pemilu namun tetap saja selalu menjadi calon tunggal. Setelah di amandemenkannya Undang-Undang Dasar 1945 melalui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1999, bahwa sangat jelas sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 “Presiden dan Wakil Presiden memegang masa jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatanâ€Â. Pada hakikatnya terselenggara pembatasan pemabtasan kekuasaan bukan suatu pemikiran, tetapi adanya kesukaran dan rintangan yang berifat kebedaan materil untuk melaksanakan kekusaannya.